Frase, Klausa, dan Kalimat

1 Comment

  1. Frase

Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.

Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu

  1. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
  2. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.

More

Bahasa Indonesia Keilmuan

1 Comment

Mengapa bahasa dipelajari? Karena bahasa itu penting.

Pentingnya bahasa:

  1. sebagai alat komunikasi
  2. bahasa menunjukkan budaya
  3. bahasa menunjukkan keindahan

More

Bahasa, Belajar dan Pengajaran Bahasa

Leave a comment

A. BAHASA
1.1. Hakikat Bahasa
Aitchinson (2003: 13) mendefinisikan bahasa sebagai sistem bunyi khusus yang terprogram secara genetik untuk berkembang pada diri manusia. Hal ini sesuai dengan teori Universal Grammar Chomsky yang menyatakan bahwa manusia telah terprogram dengan pengetahuan dasar tentang bahasa dan bagaimana cara kerjanya. Manusia terlahir dengan perangkat bahasa yang dikenal dengan Language Acquisition Device (LAD) yang memungkinkan manusia menguasai dan memproduksi bahasa.
Menurut Kridalaksana dalam Chaer (2007: 32), ”Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan More

Prinsip-prinsip Pengajaran Bahasa

Leave a comment

A. PENDAHULUAN
Mengajar adalah sebuah proses yang dilakukan seseorang (dalam hal ini adalah guru) yang memungkinkan terjadinya pembelajaran pada siswa. Pengajaran tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran. Oleh karena itu, guru dituntut untuk dapat memfasilitasi siswa secara efektif agar terjadi pembelajaran dimana siswa berperan aktif dalam mengembangkan dirinya untuk mencapai berbagai kecakapan. More

HACHIKO

Leave a comment

Hachikō adalah seekor anjing yang setia menantikan tuannya. Kisah penantian ini sangat mengharukan banyak orang khususnya masyarakat Jepang. Terinspirasi dari kisahnya maka dibuatlah sebuah patung untuk mengenang kesetiaan Hachikō di depan Stasiun Shibuya, Tokyo.

Tempat ini pun segera menjadi meeting point yang penting, juga menjadi tempat para pasangan bertemu di Shibuya. Seolah-olah pasangan ini ingin menyatakan bahwa mereka juga akan setia seperti Hachikō yang setia.

Lahir pada tanggal 10 November 1923 dari induk bernama Goma-go dan anjing jantan bernama Ōshinai-go, anjing jenis Akita Inu. Anjing ini kemudian dipungut dan menjadi milik keluarga Ueno. Profesor Ueno sangat mencintai anjing kecil ini dan menamainya Hachi, sebuah kata Jepang yang berarti ‘angka 8’, yang merepresentasikan good fortune, comfort and confidence.

Profesor Hidesaburō Ueno yang mengajar ilmu pertanian di Universitas Kekaisaran Tokyo, waktu itu berusia 53 tahun, sedangkan istrinya, Yae berusia 39 tahun. Profesor Ueno adalah pecinta anjing. Sebelumnya pernah beberapa kali memelihara anjing Akita Inu, namun semuanya tidak berumur panjang.

Ketika Profesor Ueno berangkat bekerja, Hachi selalu mengantar kepergian majikannya di pintu rumah atau dari depan pintu gerbang. Hachi kadang-kadang mengantar majikannya hingga ke Stasiun Shibuya. Di petang hari, Hachi kembali datang ke stasiun untuk menjemput.
Dan sebelum berpisah biasanya Prof Ueno akan menepuk-nepuk dan membelai dengan lembut kepala Hachi, dan berjanji bahwa ia akan kembali sore harinya. Dan pada sore harinya Hachi akan kembali ke stasiun menantikan tuannya kembali, dan bersama-sama berjalan kembali ke rumah.

Kebiasaan itu berjalan selama 16 bulan. Sampai suatu ketika pada tanggal 21 Mei 1925, seusai mengikuti rapat di kampus, Profesor Ueno mendadak meninggal dunia karena serangan stroke yang fatal. Atas keputusan keluarga, jenazahnya tidak dibawa ke Tokyo, tetapi langsung dibawa ke kampung halamannya untuk dimakamkan di sana.
Hachi terus menunggui majikannya yang tak kunjung pulang, dan tidak mau makan selama 3 hari. Menjelang hari pemakaman Profesor Ueno, dilakukan upacara tsuya (jaga malam untuk orang meninggal) pada malam hari 25 Mei 1925, dan Hachi masih tetap tidak mengerti Profesor Ueno sudah meninggal.
Ia pergi juga ke stasiun untuk menjemput majikannya. Dan ternyata tuannya tetap tidak kunjung kembali.

Nasib malang ikut menimpa Hachi karena Yae harus meninggalkan rumah almarhum Profesor Ueno. Yae ternyata tidak pernah dinikahi secara resmi. Mulai saat itu Hachi pun berpindah-pindah kepemilikan. Tapi ternyata tidak ada yang menyayanginya seperti Profesor Ueno. Hachi tidak pernah menemukan kasih yang mampu menggantikan kasih Profesor Ueno.
Itu mungkin yang menjadi penyebab mengapa Hachi tidak dapat melupakan majikannya.

Pada musim gugur 1927, Hachi dititipkan di rumah Kikusaburo Kobayashi (yang menjadi tukang kebun bagi keluarga Ueno). Rumah keluarga Kobayashi terletak di kawasan Tomigaya yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya. Setiap harinya, sekitar jam-jam kepulangan Profesor Ueno, Hachi terlihat menunggu kepulangan majikan di Stasiun Shibuya. Dan anjing setia ini sering mendapat perlakuan kasar di stasiun tsb.

Pada sore hari, kereta api sudah memasuki stasiun, dan penumpang satu persatu mulai turun, tetapi sampai penumpang terakhir meninggalkan stasiun, Profesor Ueno tetap tidak muncul. Hachi yang tidak pernah tahu bahwa tuannya sudah tidak berada di muka bumi ini lagi, tetap menanti dengan setia. Setiap hari, dari pagi sampai malam hari, sampai kereta terakhir meninggalkan stasiun, Hachi setia menunggu.
Menemukan kenyataan bahwa ternyata tuannya belum kembali juga pada hari itu, dengan lunglai ia meninggalkan stasiun, dan siap untuk datang keesokan harinya lagi.

Tidak jelas kemana Hachi pergi setelah keluar dari stasiun, tapi keesokan harinya Hachi mengejutkan banyak orang ketika ia muncul di pagi hari pada jam yang sama Prof Ueno berangkat kerja. Kembali, Hachi menanti seharian sampai kereta terakhir meninggalkan stasiun di malam harinya.

Akhirnya setiap pengguna kereta api di Shibuya mulai mengetahui kisah penantian Hachi. Mereka tahu bahwa penantian Hachi adalah penantian yang sia-sia, tetapi banyak orang yang mulai tersentuh dengan kesetiaan dan pengharapannya, serta rasa hormat kepada majikannya.

Selama 7 tahun kisah Hachi menunggu majikan di stasiun ini mulai beredar dari mulut ke mulut, sampai pada tahun 1932, sampai kepada penulis Hirokichi Saitō dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang.

Prihatin atas perlakuan kasar yang sering dialami Hachi di stasiun, Saitō menulis beberapa artikel tentang kisah sedih Hachi. Artikel tersebut dikirimkannya ke harian Tokyo Asahi Shimbun, dan dimuat dengan judul Itoshiya rōken monogatari (“Kisah Anjing Tua yang Tercinta”). Juga ada artikel dengan judul “A Faithful Dog Awaits Return of Master Dead for Seven Years”.

Publik Jepang akhirnya mengetahui tentang kesetiaan Hachi yang terus menunggu kepulangan majikannya. Setelah Hachi menjadi terkenal, pegawai stasiun, pedagang, dan orang-orang di sekitar Stasiun Shibuya mulai menyayanginya. Sejak itu pula, akhiran (sayang) ditambahkan di belakang nama Hachi, dan orang memanggilnya Hachikō.

Sekitar tahun 1933, kenalan Saitō, seorang pematung bernama Teru Andō tersentuh dengan kisah Hachikō. Andō ingin membuat patung Hachikō.
Diprakarsai oleh Andō, diselenggarakanlah acara pengumpulan dana di Gedung Pemuda Jepang (Nihon Seinenkan), 10 Maret 1934. Sekitar 3.000 (wow!!!) penonton hadir untuk melihat Hachikō.

Patung perunggu Hachikō akhirnya selesai dan diletakkan di depan Stasiun Shibuya. Upacara peresmian diadakan pada bulan April 1934, dan disaksikan sendiri oleh Hachikō bersama sekitar 300 hadirin.
Andō juga membuat patung lain Hachikō yang sedang bertiarap. Setelah selesai pada 10 Mei 1934, patung tersebut dihadiahkannya kepada Kaisar Hirohito dan Permaisuri Kōjun.

Kehidupannya yang mulai berubah, (tidak seperti dulu lagi selalu mendapat perlakuan kasar), tidak membuat Hachi melupakan tuannya. Walau kini ia disayangi banyak orang, Hachi tetap setia menanti di stasiun Shibuya.

8 Maret 1935, Hachi ditemukan sudah tidak bernyawa setelah 10 tahun dalam penantian. Berita kematiaanya segera menyebar, dan Hachi diberikan upacara pemakaman layaknya seorang manusia dengan ritual Budha yang berlangsung selama 49 hari!!!

Hachikō dimakamkan di samping makam Profesor Ueno di Pemakaman Aoyama. Bagian luar tubuh Hachikō diopset, dan hingga kini dipamerkan di Museum Nasional Ilmu Pengetahuan, Ueno, Tokyo.

Pada 8 Juli 1935, patung Hachikō yang kedua didirikan di kota kelahiran Hachikō di Ōdate, tepatnya di di depan Stasiun Ōdate. Patung tersebut dibuat serupa dengan patung Hachikō di Shibuya. Dua tahun berikutnya (1937), kisah Hachikō dimasukkan ke dalam buku pendidikan moral untuk murid kelas 2 sekolah rakyat di Jepang. Judulnya adalah “On o wasureruna
(Balas Budi Jangan Dilupakan)”.

Tidak panjang pengalaman Hachi berjalan bersama tuannya.
Tapi pengalaman yang hanya 16 bulan ini, mampu membuat Hachi bertahan dalam penantian selama 10 tahun. Bahkan sampai matipun, ia mati dalam penantian. Suka ataupun duka yang dialaminya tidak mengubahkan kesetiaanya. Perlakuan kasar yang diterimanya di stasiun Shibuya, tidak mampu memudarkan semangat penantiannya. Ia tidak pernah melupakan tuannya. Tujuan hidupnya adalah bertemu dengan tuannya.
Menanti sampai akhir.


Film Hachikō Monogatari karya sutradara Seijirō Kōyama mulai diputar di Jepang, Oktober 1987. Sebuah drama spesial tentang Hachikō ditayangkan jaringan televisi Nippon Television pada tahun 2006. Drama sepanjang dua jam tersebut diberi judul Densetsu no Akitaken Hachi (Legenda Hachi si Anjing Akita). Pada tahun 2009 film Hachiko: A Dog’s Story karya sutradara Lasse Hallström mulai diputar dan dibintangi oleh Richard Gere dan Joan Allen.

(Taked From Many Sources)

More

Kajian Silistika Puisi Ayah Karya Diah Ismani

Leave a comment

1. Pendahuluan
Menikmati sebuah puisi, orang tidak sekadar mengapresiasi unsur kebahasaan yang terdiri atas serangkaian kata-kata yang indah, akan tetapi juga berhadapan dengan kesatuan bentuk pemikiran atau struktur makna yang diucapkan oleh penyair.
Pada hakikatnya, puisi dibangun oleh dua unsur, yaitu struktur fisik berupa bahasa yang digunakan dan struktur batin berupa struktur makna yang terkandung dalam pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh penyair. Kedua unsur pokok itu merupakan kesatuan yang saling berjalin secara fungsional. More

analisis ragam bahasa

Leave a comment

Tugas Ragam Bahasa

soal..

1. pengertian ragam bahasa?

jawab:

Diksi pada karangan siswa dapat dianalisis berdasarkan relasi makna dan ragam bahasa. Hal ini mengingat bahwa ada kemungkinan penggunaan diksi yang kurang tepat pada karangan siswa disebabkan kesalahan dalam memilih ragam bahasa. Ragam bahasa adalah sebuah warna bahasa yang dihasilkan penulis atau pengarang. Ragam bahasa ikut serta menentukan ketepatan makna baik secara leksikal maupun kontekstual bahkan masalah idiom. Penelitian dengan menggunakan alat analisis ragam bahasa ini bukan untuk mencari ragam bahasa baru yang ada atau yang dihasilkan siswa, tetapi apakah karangan siswa ditinjau dari sudut diksinya menunjukkan adanya keragaman yang mengganggu makna secara keseluruhan teks karangan atau tidak. Misalnya, karangan siswa yang beragam lama sehingga sudah tidak umum atau jarang digunakan, sehingga terasa janggal atau kurang selaras dengan bahasa Indonesia masa kini. Atau, ada kemungkinan karangan siswa yang menggunakan ragam Jakarta sehingga tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.

Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.

Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).

Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.

Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri.

2. Sebutkan dan jelaskan hal-hal yang menyebabkan timbulnya ragam bahasa?

jawab:

Hal-hal yang menyebabkan timbulnya ragam bahasa diantaranya adalah letak geografis, bahasa suatu daerah dengan daerah lain di Indonesia umumnya berbeda, bahkan sulit dimengerti antara orang 1 dengan orang lainnya, hal ini disebabkan juga karena adat istiadat dan budaya yang berlaku di daerah tersebut, serta faktor sejarah atau orang terdahulu yang menggunakan bahasa tersebut didaerah masing-masing.
ilustrasi : misalnya saja dikampus ada 2 orang sunda bertemu, dan berbicara menggunakan bahasa sunda, hal ini tentu saja sulit dimengerti bagi orang yang tidak berasal dari daerah sunda, contohnya jawa,kalimantan,sumatra atau daerah lainnya, perlu pembelajaran dan adaptasi terlebih dahulu.

faktor lain yang menyebabkan ragam bahasa adalah topik yang dibicarakan serta lawan bicara.
Pembicaraan orang IT tentu saja berbeda dengan pembicaraan orang kesehatan atau orang dari teknik kimia, banyak istilah-istilah yang mungkin tidak dimengerti oleh orang yang bukan dibidangnya, contohnya HDD,MB,Byte,Bit bagi orang IT, hal dasar seperti ini mungkin tidak dimengerti oleh orang yang bukan dibidang IT, atau Asam Nukleat, NHCl, Nitrat, Nitrit, bagi orang dibidang kimia adalah hal yang mudah dimengerti, namun lain halnya dengan orang IT yang mungkin tidak mengerti sama sekali dengan simbol dan arti dari tulisan tersebut.

menurut medium pembicara juga dapat mempengaruhi ragam bahasa, contohnya ragam bahasa tulisan denga ragam bahasa lisan, tentu saja berbeda penggunaannya
Ciri Ragam Bahasa Tulis :
(1) Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat,
(2) Pembentukan kata dilakukan secara sempurna,
(3) Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap, dan
(4) Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.

berbeda jika kita berbicara langsung dengan orang lain.karena init dari komunikasi adalah membuat lawan bicara kita mengerti apa yang kita maksud, hal ini menjadikan ragam bahasa tulisan lebih sulit dan perlu terstruktur dan padu agar pembaca dapat mengerti apa yang dimaksud oleh sang penulis.

3. Sebutkan dan jelaskan penerapan ragam resmi berdasarkan medianya?

jawab:

Berdasarkan media atau alat yang dipakai unruk mengungkapkannya, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam lisan dan ragam tulisan. Ragam lisan diungkapkan dengan media suara, sedangkan ragam tulisan diungkapkan dengan media tulisan. Biasanya ragam tulisan lebih lengkap daripada ragam lisan, sebab dalam hal ini penulis tidak dapat bertatap muka langsung dengan lawan komunikasinya sehingga harus memberikan gambaran situasi masalah yang dikomunikasikannya. Ragam lisan relatif pendek karena penutur dapat langsung berhadapan dengan lawan tuturnya.